Film ini kompleks. Film ini menggugah selera. Film ini
jujur. Film Aruna dan Lidahnya sangat cocok ditonton untuk mereka yang
membutuhkan ‘sajian’ baru dari sebuah perfilman Indonesia.
Film Aruna dan Lidahnya menceritakan mengenai Aruna (Dian Sastrowardoyo) yang kehilangan ‘sesuatu’ di lidahnya. Ia tidak mampu merasakan rasa masakan secara lengkap seperti sebelumnya. Padahal Aruna ini sering banget kulineran.
Ketika ia mendapat tugas untuk menginvestigasi kasus
wabah flu burung di beberapa kota, Aruna mengajak Bono (Nicholas Saputra), yang bekerja sebagai chef
sekaligus sahabatnya. Kepergian mereka ke empat kota: Surabaya, Pamekasan,
Pontianak dan Singkawang, ternyata disusul oleh kedatangan Farish (Oka Antara), teman kantor
lama Aruna dan juga Nad (Hannah Al Rasyid), sahabat dari Aruna dan Bono.
Sebagai film yang mengambil konsep kuliner Indonesia, menurut pribadiku, Edwin dan Titien sudah berhasil membuat para penonton menjadi
kelaparan dan ingin mencoba makanan yang
ditampilkan melalui layar bioskop. Belum lagi filosofi kehidupan yang selalu
disisipkan di antara dialog para karakternya.
Wih! Seakan kita lagi diajak untuk jujur
dengan setiap rasa dan pengalaman yang menyenangkan ataupun tidak di hidup ini.
Film ini nggak sekadar mengajak kita untuk kulineran, tetapi juga mengajak kita untuk jalan-jalan keliling Indonesia.
Selain itu, teknik yang digunakan film ini juga terbilang
unik. Tidak ada pagar pembatas antara Aruna dengan penonton, karena interaksi
ekspresi dan curhatan dari wanita itu sangat dideskripsikan begitu dekat. Seakan
kita menjadi sosok yang selalu menemani Aruna dan siap merespon segala
kegamangannya.
Aku nggak perlu komentar banyak mengenai plot, sinematografi,
soundtrack dan karakter utama di film ini. Semuanya sudah apik dan layak untuk
dinikmati oleh pecinta film!
Suguhan pemandangan yang indah dan estetika pengambilan gambar serta detail karakter, semuanya sudah komplit di film ini. Dialog yang begitu dekat, mengalir dan chemistry yang terbangun pun sudah sangat baik!
Kalau selama ini kalian melihat Dian-Nicholas sebagai Cinta-Rangga, maka siap-siap untuk melepaskan image itu dari mereka. Karena in character mereka di karakter Aruna dan Bono benar-benar mengusir pikiran kita tentang Cinta dan Rangga.
Suguhan pemandangan yang indah dan estetika pengambilan gambar serta detail karakter, semuanya sudah komplit di film ini. Dialog yang begitu dekat, mengalir dan chemistry yang terbangun pun sudah sangat baik!
Kalau selama ini kalian melihat Dian-Nicholas sebagai Cinta-Rangga, maka siap-siap untuk melepaskan image itu dari mereka. Karena in character mereka di karakter Aruna dan Bono benar-benar mengusir pikiran kita tentang Cinta dan Rangga.
Bahkan, kalau kalian memperhatikan karakter inti di film ini, kalian akan menemukan setiap karakter memiliki ‘warna’ khas yang diperlihatkan melalui cara berpakaian
mereka.
- Aruna mengenakan kemeja lengan pendek dan rok.
- Bono dengan pakaian santai dan corak ceria yang nggak norak.
- Nad yang selalu memperlihatkan lengannya dengan blus
buntungnya.
- Juga Farish, yang selalu kaku dengan kemeja panjang
polosnya.
Satu hal yang kalau bisa aku sedikit kritik dari film ini
sih mengenai efek suara dari setiap masakan dan makanan. Padahal aku
mengharapkan tidak sekadar dibuat lapar mata, tetapi juga lapar suara.
Bayangin deh, kalau di sebuah film kuliner mereka sampai bisa
menyampaikan detail suara air yang mendidih, makanan yang masuk ke mulut lalu
dikecap dengan penuh khidmat atau ketika suara pisau yang merajang daun bawang
di atas talenan!
Aku rasa film Aruna dan Lidahnya akan mendapatkan nilai
sempurna bila bisa memperhatikan detail dari segi aspek suara masakan dan makanan.
Secara keseluruhan, film ini mendapatkan skor: 4.2/5
Jadi untuk kalian yang belum tahu mau menonton film apa di
akhir pekan ini, film Aruna dan Lidahnya bisa menjadi destinasi yang tepat
untuk kalian!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar